Kasepuhan Ciptagelar adalah masyarakat hukum adat, istilah kasepuhan berasal dari bahasa Sunda, yang artinya mereka yang dituakan. Kasepuhan Ciptagelar lokasinya berada di daerah perbukitan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS).
Perkampungan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar tersebar di tiga Kabupaten, Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi yang berada di sekitar wilayah perbatasan Provinsi Banten dan Jawa Barat. Lebih tepatnya berada di wilayah Dusun Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Desa ini merupakan bagian dari Kesatuan Adat Banten Kidul yang tersebar di lebih dari 500 desa. Selain Kasepuhan Ciptagelar, di wilayah ini juga terdapat Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cisitu, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Citorek, Kasepuhan Sirnaresmi, Kasepuhan Ciptamulya, Kasepuhan Cibedug dan sebagainya. Kepemimpinan Kasepuhan Adat Ciptagelar dilakukan secara turun temurun, dan telah mengalami beberapa kali perpindahan desa pusat pemerintahan (Kampung Gede). karena masih menjalankan tradisi berpindah yang berdasar pada wangsit yang diterima dari para leluhur (karuhun). Kampung Adat Ciptagelar dipimpin oleh Abah Ugi Sugriwa Rakasiwi (Abah Ugi) memegang tampuk kepemimpinan Kasepuhan Ciptagelar setelah ayahandanya, Encup Sucipta (Abah Anom).
Untuk menuju Kampung Ciptagelar kita dapat menempuh melalui jalur darat dengan lintasan dari pesisir Pantai Selatan Palabuhan Ratu menuju Desa Sirnaresmi di Kecamatan Cisolok. Hanya kendaraan offroad dan kendaraan roda dua gunung yang bisa melintas karena akses ke sana selain tidak beraspal kontur jalanan yang naik turun dan curam.
Diperjalanan kita juga akan menemukan titik point yang tersebar selama kita menuju perkampungan adat Cipatagelar yang berupa saung dan tempat istirahat lainnya yang bisa kita gunakan selama perjalanan. Diperkirakan lebih dari 14 kilometer berada di areal kawasan hutan, dan kampung adat berada 27 km dari pusat kota kecamatan Cisolok. Sedangkan dari pusat pemerintah kota Sukabumi diperkirakan mencapai 103 Km.
Keberadaan Kasepuhan Ciptagelar sudah dikenal luas oleh sebagian besar masyarakat Jawa Barat, khususnya kalangan masyarakat di wilayah Jawa Barat bagian Selatan. Sebagian besar warga berprofesi sebagai petani, terutama warga yang berada di disekitar kampung adat yang masih memegang teguh adat dan cara bertani yang tradisional. Dalam mengolah dan bercocok tanam warga Kasepuhan Ciptagelar melarang menjual beras atau padi karena padi merupakan kehidupan bagi mereka (menjual beras atau padi, sama saja seperti menjual kehidupannya sendiri). Oleh karena itu Kasepuhan Ciptagelar mampu berswasembada pangan hingga beberapa tahun kedepan. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari warga kampung adat memiliki sumber-sumber penghasilan yang lain, seperti beternak, berdagang, membuka usaha atau menjadi pegawai.
Beberapa rangkaian kegiatan pertanian yang mengakar diantaranya adalah ngaseuk, mipit, nganyaran, serentaun, dll. Kegiatan kesenian dan kebudayaan, termasuk diantaranya Angklung Buhun, Wayang Golek, dan Jipeng merupakan bagian dari keseluruhan adat istiadat, budaya, serta tradisi yang terus berkembang sampai saat ini.
Pada saat saya berkunjung masyarakat disana sedang sibuk mempersiapkan kegiatan Serentaun yang diadakan pada tanggal 25 sampai dengan 27 September 2015. Serentaun Kasepuhan Ciptagelar telah diselenggarakan untuk yang ke-647 kali sejak pertama digelar pada tahun 1368. Sekurangnya satu minggu sebelum kegiatan Serentaun diselenggarakan, warga sudah sibuk dengan bermacam-macam aktivitas mulai dari Beberes Pamageran, Beberes Pagawe, Mulai Gawe, Pameran, Ngadiukeun, Rasul, Beberes Mantas Gawe dan Turun Nyambut. Adapun Rangkaian puncak dari kegiatan Serentaun adalah prosesi Ngadiukeun Pare di Leuit yang diisi dengan ritual rajah dan doa. Didalam acara Serentaun ada juga pameran karya seni dan kerajinan, selain pertunjukan kesenian. Acara Serentaun adalah waktu bagi warga Kasepuhan Ciptragelar untuk berpesta merayakan apa yang telah dihasilkan berupa hasil bumi, kerajinan dan kesenian yang dipertontonkan bagi warga dan para tamu yang datang ke Kasepuhan. Masyarakat umum yang datang di acara Serentaun biasanya tinggal dan menginap di rumah warga, bukan hanya itu mereka juga menyiapkan tamu makanan yang sudah merupakan bagian dari tradisi serta budaya yang mengakar di Kasepuhan Ciptagelar. Hal ini merupakan tradisi lama yang berlangsung setiap tahun dan bagi warga Kasepuhan, Serentaun dianggap selalu membawa berkah bagi yang datang maupun yang kedatangan. Dengan begitu akan terjalin hubungan kekeluargaan dan keakraban diantara para tamu, pedagang, maupun pendatang.
Sebagai kelompok masyarakat yang masih kuat dalam memegang teguh serta menjaga adat istiadat leluhur, mereka tidak menampik kemajuan teknologi. Teknologi kini telah dinikmati sebagai bagian tatanan di lingkungan masyarakat. Teknologi juga telah mampu membawa kampung adat Ciptagelar dengan mengoptimalkan keberadaan sungai yang berada di sekitar pemukiman warga menggerakan turbin pembangkit listrik sehingga ratusan warganya bisa menikmati listrik. Warga Kasepuhan Ciptagelar tidak menutup diri terhadap inovasi dari luar. Tapi keberadaaannya harus diselaraskan dengan kehidupan kampung adat agar tidak tergerus dan terbawa arus modernisasi.
Selain itu yang menjadi kekuatan tradisi di kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah bentuk bangunan yang sangat kental dengan nuasa alam, seperti bangunan kayu dan bambu serta beratap daun rumbia atau ijuk.
Diperjalanan kita juga bisa menemui warga yang menjual aneka souvenir yang dibuat sendiri seperti perabot rumah tangga, kain, sarung, iket, pangsi, hingga kaos biasa. Selain dikenal akan keramahannya warga Kasepuhan Ciptagelar mengajarkan bagaimana menjaga tradisi leluhur, memelihara dan menjaga keseimbangan hubungan berbagai unsur yang ada di alam semesta.
Comments
Post a Comment